Surat untuk anak-anakku di masa mendatang.
Halo, sayang!
Kalau kamu membaca tulisan ini, ibu pastikan kamu memiliki
ibu dengan pengetahuan lebih dari cukup untuk mendidikmu menjadi seorang
manusia yang tidak ala kadarnya. Karena anak-anak ibu memang tidak ada yang
biasa saja, nak. Mereka istimewa dengan cara yang berbeda.
Ketahuilah anakku, hari ini dan entah sampai kapan ibumu
masih terkukung kebodohan. Maka dari itu ia belajar. Ketika muda, ibumu hobi
sekali memberi dan menerima tantangan. Menurutnya itu adalah suatu cara elegan
untuk memaksa diri agar mau belajar.
Ibumu suka menulis, hanya saja tidak pandai melakukannya
secara konstan. Jadi ketika ada seorang teman menantangnya membuat satu
tulisan, sehari dalam waktu tigapuluh hari, ia dengan semangat menyetujuinya.
Meski pada akhirnya harus begadang hingga pukul tiga pagi seperti ketika ia
membuat surat ini untukmu, ia tidak menyesal sedikit pun. Baginya konsekuensi
inilah yang harus ia ambil kalau ingin melakukan perubahan.
Masih banyak tantangan-tantangan yang sudah ia lewati, nak.
Namun baginya kegagalan dan keberhasilan bukan menjadi ujung, sayangku. Karena
menurutnya lagi, tidak ada kata selesai dalam belajar. Ia akan selalu melebar
saat diisi, membuat ibumu ingin terus mengaliri.
Anakku, di dunia yang ibu tempati sekarang, banyak terjadi kekacauan-kekacauan.
Kemunafikan di mana-mana, kekejian berkeliaran dan kejahatan sudah serupa hal
biasa. Semua diakibatkan keberadaan manusia dungu dengan otak sepertiga lumut
dan hati setengah logam, berseliweran, menebar segala kebencian dan
keserakahan. Maka itu sayangku, sudah ibu putuskan ibu harus belajar. Ibu harus
menjadi cerdas agar bisa mendidikmu. Buat
perubahan itu, anakku. Lanjutkan perjuangan ibu.
Salam,
Ibu
Rangkaian #Challenge sebagai pengganti Day-6, selesai ditulis pada 23 Februari pukul 3.25 dini hari dalam mata berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar