Jumat, 04 Agustus 2023

I am that Birthday Girl

 Terakhir nulis 1 Januari 2020. Tulisan yang isinya curhatan mengenai kesiapanku menjadi ibu.

3,5 tahun setelahnya nongol tulisan ini yang ngabarin kalau aku sekarang bukan hanya menjadi ibu untuk seorang anak. Tapi dua anak! Hahahah


Kehidupan yang sudah berlalu terasa singkat.

Kehidupan yang sedang dijalani terasa berat.

Kehidupan yang akan datang tidak terlihat.


Btw, ini hari ulang tahunku loh! Kamu yang lagi baca ini, boleh dong tinggalkan jejak dengan doa-doa baik untukku yang semoga saja mengalir juga untukmu. Hihi. Thank you before.


Love,


A

Rabu, 01 Januari 2020

1 January 2020

Hai.

Pada awalnya aku ingin menuliskan satu hal yang begitu membekas perihal tahun baru. Namun karena suasana hati yang tidak mendukung, mungkin lain kali saja aku ceritakan.

2020, bukan hanya merupakan tahun baru tapi juga dekade baru dan mungkin 'hidup baru' bagiku.
Tahun-tahun sebelumnya peranku dalam keluarga hanyalah menjadi anak, namun terhitung di pertengahan akhir dekade kemarin peranku bertambah menjadi seorang istri. Yang lebih mengejutkan lagi, dekade ini peranku makin meningkat dengan menjadi ibu. Tuhan... Aku hampir menangis menuliskannya.

Aku memang belum siap menjadi ibu, namun siapa yang akan tega untuk menggagalkan lahirnya calon manusia yang tumbuh di rahim sendiri? Aku bukan orangnya. Jadi banyak hal yang aku lakukan untuk menjadi siap. Segalanya dimulai dengan satu langkah, penerimaan. Aku menerima dia untuk tumbuh dan berkembang dalam rahimku, menerimanya dengan status sebagai anakku dan menerimanya untuk aku belajar menjadi ibu.
Segalanya berat di awal. Aku masih ingin makan seenaknya tanpa perlu peduli apakah ada yang bermasalah dan kena imbasnya selain diri sendiri, aku masih ingin bergerak lincah tanpa perlu pusing apakah ada yang terganggu atas gerakanku yang mungkin saja bisa mematikan, banyak hal yang sebenarnya aku masih ingin lakukan tanpa perlu mengkhawatirkan makhluk lain yang bergantung pada hidupku. Namun setelah beberapa malam aku lewati dengan merenung, pelan-pelan aku menerima. Sedikit demi sedikit aku kontrol makananku, aku makan segala yang sangat dia butuhkan meski tidak aku suka, karena akulah penopang hidupnya. Aku turunkan level kelincahanku agar dia makin nyaman bersarang dalam rahimku, bagaimana pun juga hanya rahimku satu-satunya tempat teramannya. Aku pun ikhlas bersusah payah mengonsumsi segala jenis pil yang katanya penambah nutrisi dan vitamin yang dibutuhkan dia. Sekarang ini, apapun yang aku lakukan demi keberlangsungan hidupnya.
Oh.... aku sudah tidak mau melanjutkan menulis lagi karena kalau tidak, bisa-bisa aku akan menghirup ingusku sendiri. Dia memang baru dua bulan menyatu denganku, namun rasanya aku sanggup untuk mati hanya agar dia hidup. Ah........... sudah aku bilang sudah dulu saja. Rasanya terlalu mellow untuk diungkapkan sekarang.

With Love,


A


1 of 365

Kamis, 28 November 2019

Catatan pada 28 November 2019

Hai...
Halo?
Hey!!

Intro yang sama sekali nggak menarik, ya? Haha. Menggambarkan kekakuan seseorang yang udah nggak pernah sama sekali bikin tulisan lagi. Bahkan aku menggunakan 'nggak pernah', alih-alih kata 'jarang', karena... hei! terakhir aku posting tulisan di sini Mei 2017 dan sekarang udah hampir akhir 2019! Entah apa yang merasukiku, sodara-sodara..
Aku sendiri bingung mau menuliskan apa. Banyak banget hal-hal yang terjadi selama kevakumanku blogging. Kalaupun harus menuliskannya, entah berapa lama aku bisa menyelesaikan tulisanku. Yang jelas, dalam 2,5 tahunku yang tak tercatat di blog ini, aku udah merasakan sebalnya mengikuti acara wisuda, meletihkannya menjadi pengantin dan berdiri di atas pelaminan sambil senyum-senyum tai padahal harusnya aku udah ngamuk-ngamuk kepusingan karena siger yang begitu berat, dan ah.. banyak. Aku bahkan udah melewati rasa 'nervous' interview kerja karena akhirnya setelah merasakan setahun menjadi HRD, aku udah terlalu hafal harus ngapain aja ketika sedang interview. Dan.... hal besar yang baru terjadi padaku adalah..... sepertinya aku hamil.
Ha
Ha
Ha
Sinting kan?!
Aku merasa waktu sepertinya cepat sekali melaju, rasanya baru kemarin aku nangis bombay karena putus dengan Gusak, lalu sekarang aku menyandang status istri Gusak, bahkan mungkin mengandung calon anak Gusak.
Aku belum terlalu memastikan kalo aku hamil. Aku belum periksa ke dokter kandungan atau bidan. Yang jelas, aku telat datang bulan dan test pack menunjukkan dua garis yang katanya berarti positif.
Ini sungguh di luar dugaan dan rencana. Dari awal, aku menargetkan untuk hamil di 2 tahun pernikahan, namun Tuhan malah mempercepatnya ke tiga bulan awal pernikahan. Rejeki, katanya. Huhah....
Aku memandangnya sebagai anugrah dan ujian. Ini anugrah dari Tuhan, mungkin doi pengen aku buat mantep keluar kerja agar mengejar impian dan project-project aku yang tak kunjung jalan. Sekaligus ujian, bisa nggak sih Anisa dan Gusak ngerawat seorang manusia menjadi manusia seutuhnya, karena seringnya kami memang suka nyinyirin pola asuh orang tua yang nggak sesuai standar kami.
Semoga segalanya menjadi lancar dan berkah.

Bye,

Jumat, 05 Mei 2017

Catatan pada 5 Mei 2017



Limbad.
Itulah panggilan dari teman-temanku ketika kewarasanku berada di titik lemah. Seperti saat ini, kurasa. Mengagumkan juga, mengingat aku masih diberi dorongan yang kuat untuk membuka laptop lalu menarikan jemari di atas tuts keyboard saat jiwaku hampir lepas dari raga. Aku pun agak terkejut, setan mana yang merasukiku sampai bisa-bisanya aku memeras otak, memutar kenangan dan menulis di sini alih-alih terkapar diam di atas kasur seperti tiga puluh menit yang lalu.
Kembali lagi dengan panggilan ‘Limbad’, itu karena aku yang akan diam tanpa ekspresi sepanjang pemulihan jiwa. Mungkin bagi orang lain, diam adalah sesuatu yang normal tapi tidak untukku. Sepanjang hari akan ada saja yang bisa aku ocehkan atau lakukan. Dan ketika aku sudah diam, beberapa yang dekat denganku akan mengerti pasti ada sesuatu yang terjadi padaku. Teman sekamarku sendiri merasa pusing dan bingung katanya kalau aku sedang diam. Padahal dirinya akan ngedumel kalau aku sudah beraksi dengan ucapan dan tindakan.
Selain diam, aku pun bisa tiba-tiba menangis di tengah malam. Lagi-lagi, teman sekamarku yang kerap mengetahuinya. Dia sendiri merasa janggal kalau aku sedang menangis di tengah malam. Di mata teman-temanku, hatiku sekeras batu. Film semengenaskan apapun akan terasa biasa saja untukku. Kisah setragis apapun akan terasa ‘ah gitu doang’ oleh telingaku. Apa? Aku tidak memiliki empati? Entahlah... tapi kehidupan nyata bagiku sudah merupakan cerminan dari penderitaan. Jadi tidak ada yang lebih menyedihkan dibanding kenyataan.
Kadang-kadang –ah.. mungkin lebih tepatnya sering kali, alasan aku menangis adalah hal yang sangat sepele di mata teman-temanku. Hal yang sebenarnya bisa dilewati dengan mudah. Mungkin hanya aku yang membuat segalanya menjadi rumit. Tapi bukankah tumpukan batu rapih yang tersusun akan ambruk juga walau hanya bebatuan kecilnya yang dicongkel keluar? Duh.. maaf, pengandaiannya begitu ribet. Pokoknya, begitulah. Intinya, hal kecil tadi menjadi titik klimaksku, membuat segala emosi yang terakumulasi selama ini membuncah dan keluar. Segala yang terpendam akan memuntahkan gejolaknya bersamaan. Dan saat itu, aku menyerah pada diri sendiri. Aku akan mengakui kelemahanku dalam menahan gempuran hidup. Tapi lagi-lagi, meski merasa sudah menyerah aku akan kembali bersinar. Dengan terpaksa atau dipaksa.
Seperti setelah ini, aku akan kembali bersinar.
Menjadi anisa, manusia yang ingin aku jadikan panutan.


Ditulis pada 5 Mei 2017 pukul 21.40 WIB. Selesai menulis ini berencana akan langsung tidur dan mengacuhkan pesan WA dari beberapa teman yang menanyakan tugas kuliah.

Rabu, 03 Mei 2017

Catatan pada Waktu Saya Hampir Gila

Entahlah... aku menjadi semakin muak dengan banyak hal di sekelilingku.
Kemunafikan, kenaifan dan kebangsatan yang nyatanya sudah lama mencemari hidupku.
Sampah!
Banyak yang berbicara politik, hukum, dan banyak hal lainnya sampai berbusa-busalah mulutnya, banyak pula yang menampakkan kebodohannya, menjadikan dirinya badut untuk diri sendiri dan manusia lainnya. Dan... aku hanya merasa lelah. Aku hanya sudah tidak tahan dengan berbagai drama yang diperlihatkan dunia. Bisakah orang-orang  berhenti menjadi  polusi untuk hidupku? Bisakah orang-orang tidak mencemari kedamaian yang aku ciptakan dalam hidupku? Bisakah aku berhenti bicara omong kosong?


Ditulis ketika saya mulai kehilangan diri sendiri

Catatan pada 3 Mei 2017



Jatuh hati

Siapa yang bisa mendefinisikannya?
Bantu aku, memahami segala yang muncul kalau dua kata itu menyeruak masuk di kepala.
Betul. Seorang lelaki yang isi kepalanya begitu kukagumi, dan hati yang ingin kumengerti. Lelaki dengan selera humor merakyat dan tak mengenal batas yang sanggup membuatku tertawa, bahkan pada apa-apa yang biasanya kuanggap tak penting.
Lelaki dengan pemikirannya yang melalang buana, luas tak bersekat dan dalam namun tetap memiliki dasar. Aku dibuatnya menghamba pada segala yang ada di kepalanya.
Lelaki yang memiliki kesadaran untuk memakai hati dalam segala segi kehidupan.
Lelaki yang... ah... aku seperti tahu saja bagaimana dia. Padahal selama ini yang kupercaya, manusia pada dasarnya tak menampakkan kemurnian dirinya yang sejati di depan manusia lainnya, bahkan di depan dirinya sendiri. Pemikiran yang sadis, mungkin. Tapi itu yang aku dapat dari kehidupan.
Jadi, apakah penilaianku terhadapnya mencerminkan dia yang semurni-murninya? Atau.. apakah lakunya hanya untuk mendapatkan penilaian baik di depan yang lainnya? Ah persetan! Yang jelas, terima kasih telah menjadi manusia yang aku suka, aku kagumi dan begitu ingin aku catat dalam hari-hariku.


PS: Aku pikir, aku telah jatuh hati.

Ditulis pada 3 Mei 2017 Pukul 21.45 WIB

Sabtu, 08 April 2017

Catatan pada 9 April 2017

“.... bahwa mencintai seseorang bisa jadi adalah bentuk lain dari sebuah ketidakberdayaan. Atas nama cinta, seseorang bisa menyerah pada seseorang yang lain, dengan atau tanpa alasan. Dengan mencintai, bisa membuat seseorang tak mampu menolak suatu pengaruh, mengendalikan diri atau melupakan seseorang. Bahkan, mungkin tak mampu membendung gejolak perasaan, menghanyutkan diri dengan atau tanpa kesadaran, bahkan menyerah dalam dikte."

Bisa jadi seperti itu. Ada beberapa teman yang merasakan dahsyatnya efek dari mencintai, yaitu sebuah ketidakberdayaan. Tapi mereka tidak ingin melawannya, mereka menikmati ketidakberdayaan itu. Mereka merelakan dirinya untuk tidak berbuat apa-apa meski batinnya meronta menginginkan sebaliknya.
Begitukah yang dimaksud cinta buta? Entah. Aku belum pernah merasakan –dan semoga jangan sampai. Aku tidak akan sudi membiarkan diriku dalam ketidakberdayaan pada seseorang hanya demi cinta. Bagiku, itu hanya sebuah kebodohan yang dilakukan manusia berakal namun tak pandai menggunakannya.
Cinta dengan cara seperti ini hanya akan membunuh jiwa seorang manusia, menurutku. Raganya mungkin utuh, sedang berada dalam dekapan, namun jiwanya mati oleh kepasrahannya. Akankah ada bahagia mencintai dengan cara ini? Akankah bahagia dicintai seperti cara ini? Aku tidak bisa menjawab untuk sekarang. Terlalu sedikit pengalamanku dalam berbagi cinta, dan cinta macam begini rasanya belum terjadi dalam hidupku. Namun lagi-lagi, ukuran bahagia tiap orang kan berbeda. Pendapatku mengenai bahagia atau tidaknya merasakan ‘cinta’ mungkin tidak akan berpengaruh bagi siapapun.
Cinta ibu padaku saja, bukan sebuah bentuk kepasrahannya. Dalam mencintai, ibu tidak serta merta ‘akan kulakukan apapun, agar kau bahagia’. Tidak. Ibu dan cara mencintainya bukanlah seperti itu. Ibu memakai nalarnya dalam mencintaiku. Ibu masih menyadari ukuran dirinya, dan aku lebih menyukai cinta seperti ini. Cinta yang lebih manusiawi, menurutku.

Ketika seseorang sudah memasrahkan dirinya pada orang lain, itu artinya ia sudah menyerahkan hidupnya dengan ikhlas. Entah untuk diinjak, pun diangkat. Bahkan bisa jadi, seseorang tersebut akan kehilangan dirinya. Inkonsistensi terhadap apa yang dulu pernah begitu ia pegang betul-betul. Hal ini sangat teramat mengerikan. Seseorang akan bertransformasi menjadi orang lain hanya dalam sekejap saja.
.....
.........
............


*Tulisan yang belum layak dipublikasikan namun maksa upload biar blog nggak suwung lagi. Kudunya masih di draft karena belum edit dan tulisan pun masih bolong sana-sini. Someday, semoga bakal kejamah lagi sama jari jemariku. whahah


Ditulis pada 9 April 2017 untuk meredam segala kebisingan di kepala