Kamis, 02 Maret 2017

Day-14

Ibu, Anis tau ini akan menjadi sia-sia karena ibu tidak akan membacanya. Jangankan membuka internet, untuk mengirim pesan saja ibu akan meminta tolong pada anis atau aang, kan? Hahaha.
Obrolan siang itu masih membekas di ingatan Anis, bu. Merah matamu, tisu yang kau pakai untuk menghapus bekas air mata, bahkan tiap jeda yang menyesakkan di antara kalimat-kalimat yang melesak pelan namun tajam. Terekam menjadi pengingat, bahwa kita pernah melewati haru bersama.
Anis selalu percaya pada waktu. Ia tidak pernah berbohong, selalu murni apa adanya. Pilihan-pilihan hidup Anis, meski tak semua murni Anis yang menentukan, biarlah berjalan saja. Waktu tetap bekerja. Berputar tanpa melewati persimpangan. Ia selalu di jalannya yang konstan. Jadi tidak usah khawatir sekarang.

Ketika Anis takut, ketika itu pula Anis tahu bahwa hidup lebih dari lahir dan mati. Maka hidup memang menjadi sesuatu yang sangat bernilai. Karena untuk beberapa orang, kehidupannya adalah menjalani ketakutan-ketakutan. Tanpa merasa takut, ia tidak pernah merasa hidup. Mengasyikkan sekali dunia ini, bu. Ketakutan ini biar saja tetap hidup dalam hidup Anis. Ini salah satu hal yang Anis pilih tanpa campur tangan ibu. Kali ini, tolong bebaskan Anis untuk menjalani hidup dalam ketakutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar