Sabtu kemarin kakakku
wisuda setelah 4,5 tahun bergulat dengan perkuliahan. Di depan gerbang kampus
ada spanduk ucapan selamat yang besar untuk kakakku. Aku kira itu adalah ucapan
dari teman-temannya yang duduk di kursi dewan. Ternyata itu ucapan dari teman-teman
kuliahnya. Lebay, pikirku pada awalnya.
Setelah melewati debat
alot saling lempar-melempar antara ibu dan bapak akan siapa yang mendampingi
kakak masuk ke gedung acara, diputuskanlah bapak yang medapat tanggung jawab
tersebut. Kakak mengajari bapak tentang apa yang harus beliau lakukan di dalam.
Tentang pemberian bunga dari wisudawan kepada orang tuanya dan tetek bengek
lainnya. Wuihhh... acaranya sakral juga ya, di kampusku tidak ada acara seperti
itu. Orang tua wisudawan saja ditempatkan secara terpisah dengan wisudawannya.
Aku dan keluarga
lainnya menunggu acara wisuda di Fakultas Hukum. Kebetulan tempatnya emang cozy
abis. Selain adem, hanya tempat itu yang jauh dari hingar-bingar keriuhan
wisuda yang sudah seperti pasar. Tapi karena Mbak Eka yang merupakan tunangan
kakak ingin melihat suasana wisuda yang terpampang di layar samping gedung, aku
akhirnya ikut menemaninya ke sana.
Di layar yang tidak
terlalu besar itu memang tampak kakakku yang duduk di barisan paling depan.
Dirinya paling banyak disorot kamera, selain bupati yang juga diwisuda kali itu
juga. Setelah melewati berbagai rangkaian acara, tibalah ke sesi pemberian
penghargaan kepada lulusan terbaik. Dan.... wait! Itu kakak yang maju! Dia
berada sejajar dengan lulusan terbaik lainnya. Ohmai....
Itu benar kakakku yang
dulu sempat tidak diterima masuk SMA Negeri dan akhirnya terpaksa masuk ke SMA
swasta, kan?
Itu benar kakakku yang
semasa SMA dan SMP-nya suka bolos dan menyuruh tukang becak untuk menghadap
guru – demi berpura-pura sebagai orang tua-, kan?
Itu benar kakakku yang
suka aku cemooh buang-buang duit hanya karena rajin beli buku tapi tidak pernah
terlihat membaca buku, kan?
Itu benar kakakku yang
aku curigai skripsinya dapat dari menyuruh orang hanya karena tidak pernah
terlihat sedang mengetik skripsi, kan?
Itu benar....
God! Itu memang
kakakku. Aku benar-benar kaget dibuatnya. Ada perasaan haru, bangga sekaligus
kecewa. Aku telah dibohongi oleh peglihatanku sendiri. Padahal aku tidak selalu
melihatnya. Kami tinggal di kota yang berbeda, aku hanya pulang sesekali saja.
Aku kecewa dengan diri
sendiri yang selalu saja memandang remeh dirinya. Kenapa aku gini banget, sih?
Dia kakakku, tapi aku dulu sering sekali tidak percaya pada dirinya. Dan kali
itu juga aku ingin bumi menelanku segera!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar