Kamis, 02 Maret 2017

Day-11

Sabtu kemarin kakakku wisuda setelah 4,5 tahun bergulat dengan perkuliahan. Di depan gerbang kampus ada spanduk ucapan selamat yang besar untuk kakakku. Aku kira itu adalah ucapan dari teman-temannya yang duduk di kursi dewan. Ternyata itu ucapan dari teman-teman kuliahnya. Lebay, pikirku pada awalnya.
Setelah melewati debat alot saling lempar-melempar antara ibu dan bapak akan siapa yang mendampingi kakak masuk ke gedung acara, diputuskanlah bapak yang medapat tanggung jawab tersebut. Kakak mengajari bapak tentang apa yang harus beliau lakukan di dalam. Tentang pemberian bunga dari wisudawan kepada orang tuanya dan tetek bengek lainnya. Wuihhh... acaranya sakral juga ya, di kampusku tidak ada acara seperti itu. Orang tua wisudawan saja ditempatkan secara terpisah dengan wisudawannya.
Aku dan keluarga lainnya menunggu acara wisuda di Fakultas Hukum. Kebetulan tempatnya emang cozy abis. Selain adem, hanya tempat itu yang jauh dari hingar-bingar keriuhan wisuda yang sudah seperti pasar. Tapi karena Mbak Eka yang merupakan tunangan kakak ingin melihat suasana wisuda yang terpampang di layar samping gedung, aku akhirnya ikut menemaninya ke sana.
Di layar yang tidak terlalu besar itu memang tampak kakakku yang duduk di barisan paling depan. Dirinya paling banyak disorot kamera, selain bupati yang juga diwisuda kali itu juga. Setelah melewati berbagai rangkaian acara, tibalah ke sesi pemberian penghargaan kepada lulusan terbaik. Dan.... wait! Itu kakak yang maju! Dia berada sejajar dengan lulusan terbaik lainnya. Ohmai....
Itu benar kakakku yang dulu sempat tidak diterima masuk SMA Negeri dan akhirnya terpaksa masuk ke SMA swasta, kan?
Itu benar kakakku yang semasa SMA dan SMP-nya suka bolos dan menyuruh tukang becak untuk menghadap guru – demi berpura-pura sebagai orang tua-, kan?
Itu benar kakakku yang suka aku cemooh buang-buang duit hanya karena rajin beli buku tapi tidak pernah terlihat membaca buku, kan?
Itu benar kakakku yang aku curigai skripsinya dapat dari menyuruh orang hanya karena tidak pernah terlihat sedang mengetik skripsi, kan?
Itu benar....
God! Itu memang kakakku. Aku benar-benar kaget dibuatnya. Ada perasaan haru, bangga sekaligus kecewa. Aku telah dibohongi oleh peglihatanku sendiri. Padahal aku tidak selalu melihatnya. Kami tinggal di kota yang berbeda, aku hanya pulang sesekali saja.

Aku kecewa dengan diri sendiri yang selalu saja memandang remeh dirinya. Kenapa aku gini banget, sih? Dia kakakku, tapi aku dulu sering sekali tidak percaya pada dirinya. Dan kali itu juga aku ingin bumi menelanku segera!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar