Sabtu, 08 April 2017

Catatan pada 9 April 2017

“.... bahwa mencintai seseorang bisa jadi adalah bentuk lain dari sebuah ketidakberdayaan. Atas nama cinta, seseorang bisa menyerah pada seseorang yang lain, dengan atau tanpa alasan. Dengan mencintai, bisa membuat seseorang tak mampu menolak suatu pengaruh, mengendalikan diri atau melupakan seseorang. Bahkan, mungkin tak mampu membendung gejolak perasaan, menghanyutkan diri dengan atau tanpa kesadaran, bahkan menyerah dalam dikte."

Bisa jadi seperti itu. Ada beberapa teman yang merasakan dahsyatnya efek dari mencintai, yaitu sebuah ketidakberdayaan. Tapi mereka tidak ingin melawannya, mereka menikmati ketidakberdayaan itu. Mereka merelakan dirinya untuk tidak berbuat apa-apa meski batinnya meronta menginginkan sebaliknya.
Begitukah yang dimaksud cinta buta? Entah. Aku belum pernah merasakan –dan semoga jangan sampai. Aku tidak akan sudi membiarkan diriku dalam ketidakberdayaan pada seseorang hanya demi cinta. Bagiku, itu hanya sebuah kebodohan yang dilakukan manusia berakal namun tak pandai menggunakannya.
Cinta dengan cara seperti ini hanya akan membunuh jiwa seorang manusia, menurutku. Raganya mungkin utuh, sedang berada dalam dekapan, namun jiwanya mati oleh kepasrahannya. Akankah ada bahagia mencintai dengan cara ini? Akankah bahagia dicintai seperti cara ini? Aku tidak bisa menjawab untuk sekarang. Terlalu sedikit pengalamanku dalam berbagi cinta, dan cinta macam begini rasanya belum terjadi dalam hidupku. Namun lagi-lagi, ukuran bahagia tiap orang kan berbeda. Pendapatku mengenai bahagia atau tidaknya merasakan ‘cinta’ mungkin tidak akan berpengaruh bagi siapapun.
Cinta ibu padaku saja, bukan sebuah bentuk kepasrahannya. Dalam mencintai, ibu tidak serta merta ‘akan kulakukan apapun, agar kau bahagia’. Tidak. Ibu dan cara mencintainya bukanlah seperti itu. Ibu memakai nalarnya dalam mencintaiku. Ibu masih menyadari ukuran dirinya, dan aku lebih menyukai cinta seperti ini. Cinta yang lebih manusiawi, menurutku.

Ketika seseorang sudah memasrahkan dirinya pada orang lain, itu artinya ia sudah menyerahkan hidupnya dengan ikhlas. Entah untuk diinjak, pun diangkat. Bahkan bisa jadi, seseorang tersebut akan kehilangan dirinya. Inkonsistensi terhadap apa yang dulu pernah begitu ia pegang betul-betul. Hal ini sangat teramat mengerikan. Seseorang akan bertransformasi menjadi orang lain hanya dalam sekejap saja.
.....
.........
............


*Tulisan yang belum layak dipublikasikan namun maksa upload biar blog nggak suwung lagi. Kudunya masih di draft karena belum edit dan tulisan pun masih bolong sana-sini. Someday, semoga bakal kejamah lagi sama jari jemariku. whahah


Ditulis pada 9 April 2017 untuk meredam segala kebisingan di kepala

Kamis, 30 Maret 2017

Mission Accomplished (Challenge with Acil)

Untuk Adrian Nurwansyah,

Cil, aku lunas. Perihal kalah atau menang, aku serahkan pada semesta. Yang terpenting, aku lunas.
Berkali-kali kamu bilang kalau aku payah dan tandingan yang lemah. Berkali-kali pula kamu bilang challenge kita tidak menantang. Aku sih selow aja. Karena pada dasarnya, aku tidak suka persaingan.

Di sini pukul 23:16, kurang 44 menit lagi menuju pukul 00:00. Semoga tulisanmu selesai tepat waktu ya. Aku mau mandi dulu.


Bye,

Anisa Arwilah (Rivalmu yang lemah)

Day-31

Gadis manis penjual mimpi
Berdiri di lampu merah
Menggendong bakul di punggungnya
Sambil berteriak: "Mimpi.. mimpi.. sepuluh ribuan saja, mimpi!"

Botol kaca bening diangkatnya tinggi-tinggi
Sesekali diulurkannya pada kaca mobil
"Mimpi pak? Sepuluh ribuan saja."
Yang kadang dibalas gelengan
Namun tak jarang pula ditukar kertas lembaran

Hingga senja, isi bakulnya hampir tandas
Berlarian dari satu jalan ke jalan lainnya
Botol mimpi pun beralih genggaman
Sang gadis tersenyum tenang
"Akhirnya, mimpiku bisa ditukar uang."

Day-30

Aku ingin cerita,
Sepanjang malam selepas ditinggal senja
Aku berdiri mematung memandang cakrawala
Ditemani gelapnya langit
Dan secangkir kopi pekat

Kalau kamu tahu,
Aku merasa sedang bernostalgia
Ketika dicumbu sunyi dan dipagut sepi
Melemparku ke detik di mana hanya ada aksara dan pena
Selebihnya, aku pikir aku baik-baik saja

Day-29

Sumpah demi air keringatku yang rasanya asin, kamu masih menjadi makhluk Tuhan paling mengagumkan. Meski dengan kaos oblong kedodoran dan jeans belel yang dekil nan kumal.
Sumpah demi air mataku yang sudah tak lagi jatuh di separuh malam, kamu masih menjadi makhluk Tuhan paling menggemaskan. Rambut gimbalmu yang selalu ingin aku usap-usap, membuat rinduku makin meluap.
Sumpah demi air susuku yang belum pernah kucicipi, kamu masih menjadi makhluk Tuhan paling membanggakan. Dengan predikat, "Laki-laki paling rajin mandi dan gosok gigi" bikin kamu makin memesona di mataku.
Oh... Kamu, yang akan segera aku rindu.

PS: Fail? Yes!

Day-28

Larik demi larik telah coba kusingkap
Tiap untaiannya kuregangkan untukmu bernapas
Akalku selalu diputar mencari jawaban
Namun pada akhirnya tak berujung keyakinan

Kukira duia tak tergoyahkan
Membumbung harapku pada suaramu
Namun mulutmu selalu bungkam
Kerongkonganmu tercekat kemunafikan

Kotak pandora, sialan!

Day-27



Untuk laki-laki di pojok sana, yang matanya sedang berpagutan mencumbu aksara. Maukah kamu menukar bahagia dengan koin bernama luka?
Ah... tak usah resah. Kalau tidak mau pun tidak apa, aku mana bisa memaksa.
Tapi jangan menyesal kalau suatu saat bahagiamu berujung nestapa, karena telah tega mengabaikan luka yang kini menganga.